Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
al-Hasan bin Ali al-Hulwani menuturkan kepada saya. Dia berkata; Abu Taubah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mu’awiyah yaitu Ibnu Sallam menuturkan kepada kami dari Zaid yaitu saudaranya, dia (Zaid) mengatakan bahwa dia telah mendengar Abu Sallam berkata; al-Hakam bin Mina’ menuturkan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah -radhiyallahu’anhhuma- menuturkan kepadanya (al-Hakam bin Mina’, pent) bahwa mereka berdua mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika berada di atas kayu-kayu mimbarnya, “Hendaknya orang-orang yang telah meninggalkan beberapa kali shalat Jum’at segera menghentikan perbuatan mereka atau Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka benar-benar menjadi golongan orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Jumu’ah, as-Syamilah)
Perawi hadits :
- al-Hasan bin Ali al-Hulwani : wafat thn. 242 H. Rawi kutubus sittah selain Nasa’i. Ibnu Hajar mengatakan tentangnya, “Tsiqah, hafiz, beliau memiliki banyak karya.” adz-Dzahabi berkata, “Tsabt, hujjah.”
- Abu Taubah : Namanya ar-Rabi’ bin Nafi’, salah seorang guru al-Hulwani, wafat thn. 241 H. Rawi kutubus sittah selain Tirmidzi. Ibnu Hajar berkata, “Tsiqah, hujjah, ahli ibadah.” adz-Dzahabi berkata, “Tsiqah, hafiz, termasuk orang yang zuhud.”
- Mu’awiyah bin Sallam : Salah seorang guru Abu Taubah. Termasuk kibar atba’ut tabi’in. Wafat sekitar thn. 170 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi mengatakan tentangnya, “Tsiqah.”
- Zaid bin Sallam : Saudara Mu’awiyah bin Sallam. Termasuk orang yang semasa dengan shighar tabi’in. Rawi kutubus sittah selain Bukhari, namun Bukhari mencantumkan riwayat darinya dalam al-Adab al-Mufrad. Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi mengatakan tentangnya, “Tsiqah.”
- Abu Sallam : Kakek dari Mu’waiyah dan Zaid bin Sallam. Termasuk tabi’in menengah. Rawi kutub sittah kecuali Bukhari, namun Bukhari mencantumkan riwayat darinya dalam al-Adab al-Mufrad. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah namun haditsnya sering mursal.” Hadits mursal adalah perkataan tabi’i, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda…” (‘Ullumul hadits lil ‘Allamah al-Albani, hal. 39) karena dia tidak menyebutkan nama sahabat antara dirinya dengan Nabi. Namun, di dalam riwayat ini dia menggunakan lafaz yang tegas “al-Hakam bin Mina’ menuturkan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah dst..” Sehingga haditsnya tidak dihukumi mursal tapi bersambung.
- al-Hakam bin Mina’ : Termasuk kibar tabi’in. Rawi Muslim, Abu Dawud dalam Fadha’il Anshar, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Hajar mengatakan, “Shaduq.” adz-Dzahabi mengatakan, “Tsiqah.”
- Abdullah bin Umar : Sahabat, wafat tahun 73 atau 74 H. Di dalam Silsilah as-Shahihah [2967] di al-Maktabah as-Syamilah tertulis dalam rentetan periwayat hadits ini Abdullah bin Amr (dengan huruf wawu setelah ra’) saya kira ini adalah salah cetak, wallahu a’lam.
- Abu Hurairah : Sahabat, wafat tahun 57 H. Semua keterangan di atas kami nukil dari Ruwat Tahdzibain as-Syamilah
Catatan :
- Saya menjumpai di dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah rahimahullah [3/52, as-Syamilah] disebutkan oleh beliau bahwa hadits ini diriwayatkan di dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), namun sampai saat ini saya tidak menemukan riwayat ini di dalam Shahih Bukhari. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan [as-Shahihah 2967, as-Syamilah] bahwa hadits ini diriwayatkan oleh : Muslim [3/10], Thahawi dalam Musykil al-Atsar [4/232], al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra [3/171], Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq [5/229]. Dan beliau tidak menyebutkan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari. Mungkin hal itu adalah karena kesalahan cetak atau memang karena beliau lupa. Wallahu a’lam.
- Di dalam Sunannya, Imam an-Nasa’i juga meriwayatkan hadits ini dari jalan : Muhammad bin Ma’mar dari Haban dari Aban dari Yahya bin Abi Katsir dari al-Hadhrami bin Lahiq dari Zaid dari Abu Sallam dari al-Hakam bin Mina’ dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if an-Nasa’i [1514], Sahih al-Jami’ [4580] dan lain-lain (lihat as-Syamilah).
Keterangan :
as-Shan’ani rahimahullah mengatakan di dalam Subul as-Salam [2/393. as-Syamilah], “Hadits ini merupakan salah satu larangan yang paling keras terhadap tindakan meninggalkan shalat Jum’at dan bermudah-mudahan di dalamnya. Di dalamnya juga terkandung berita bahwa meninggalkannya adalah salah satu sebab utama tidak diperhatikan oleh Allah sama sekali. Kesepakatan umat telah menegaskan tentang wajibnya ibadah tersebut secara mutlak…”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa ada yang bertanya kepadanya mengenai seorang yang rajin puasa di siang hari dan rajin shalat malam tapi tidak pernah hadir shalat Jum’at maupun shalat jama’ah, maka beliau menjawab, “Dia di neraka.” (Fatawa, 3/52. as-Syamilah)
Faedah hadits :
- Disyari’atkannya memakai mimbar di dalam masjid
- Seorang pengajar boleh berada di tempat yang lebih tinggi daripada orang yang diajar
- Membuat mimbar dari bahan kayu
- Wajibnya shalat Jum’at
- Hukum kepada manusia di dunia dibangun di atas apa yang tampak secara zahirnya
- Peringatan keras bagi orang yang meninggalkan kewajiban agama
- Peringatan terhadap para pelaku maksiat dengan menyebut secara global tanpa menyebut nama mereka secara langsung
- Kemaksiatan itu bisa berupa meninggalkan kewajiban selain juga dengan melanggar larangan
- Hati manusia bisa tertutup
- Perbuatan lahir mempengaruhi keimanan yang ada di dalam hati
- Allah lah yang menguasai dan membolak-balikkan hati manusia
- Taufik di tangan Allah semata
- Kerusakan pada hati menyebabkan kerusakan amalan lahir
- Iman bisa bertambah dan berkurang, ini merupakan bantahan bagi Mu’tazilah dan Khawarij
- Iman tidak cukup dengan ucapan, ini merupakan bantahan bagi Murji’ah
- Iman meliputi ucapan dan perbuatan
- Dorongan untuk melakukan kebaikan bisa dilakukan dengan cara menyebutkan ancaman bagi yang meninggalkannya
- Meninggalkan shalat Jum’at termasuk dosa besar
- Di dalamnya juga terkandung ajaran cinta dan benci karena Allah
- Di dalamnya juga terkandung kewajiban bagi kita untuk mengimani perkara gaib yaitu mengenai cara Allah menutup hati pelaku dosa tersebut
- Di dalamnya juga terkandung kewajiban kita untuk mengimani takdir
- Di dalam hadits ini juga terkandung pelajaran bahwa manusia itu memiliki kehendak bukan dipaksa oleh Allah, maka ini merupakan bantahan bagi kaum Jabriyah
- Kelalaian memiliki sebab-sebab yang muncul dari perbuatan manusia
- Ancaman ini tidak berlaku bagi wanita, anak kecil, dan penderita sakit parah, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain
- Wajibnya menghentikan segala acara yang melibatkan kaum muslimin lelaki ketika diadakannya shalat Jum’at
- Dengan tunduk kepada syariat maka manusia akan mendapatkan kebahagiaan